FB

FB


Ads

Jumat, 09 Oktober 2015

Kisah Para Pendekar Pulau Es Jilid 057

Melihat keluarga yang lihai itu sudah keluar semua karena kini nampak pula bayangan Ciang Bun membawa pedang, Jai-hwa Siauw-ok berseru.

“Tek Ciang, mari kita pergi!”

Guru dan murid itu menggerakkan tangan dan terdengar ledakan-ledakan diikuti asap tebal ketika mereka membanting benda-benda bulat ke atas wuwungan. Di dalam kegelapan asap tebal ini mereka pun menghilang.

Kian Lee, Hwee Li, Suma Hui dan Ciang Bun berusaha untuk melakukan pengejaran, akan tetapi malam gelap telah menelan dua orang itu.

“Jangan mengejar secara terpisah, mereka itu berbahaya.”

Kian Lee memperingatkan sehingga dengan mengejar berkelompok, mereka tidak berhasil dan akhirnya terpaksa kembali ke rumah mereka.

Suma Hui menangis dalam rangkulan ibunya.
“Uhh, ibu.... aku berdosa besar sekali.... aku telah memaki, menghina dan membenci Cin Liong.... padahal dia sama sekali tidak berdosa.... ah, ibuuu....”

Ingin rasanya Suma Hui menjerit-jerit ketika ia membayangkan pemuda yang dicintanya itu. Dapat dibayangkan betapa sakit dan sengsaranya hati Cin Liong dan betapa sakit pula hati orang tuanya menerima tuduhan yang keji itu. Ibunya hanya dapat merangkul dan menciuminya dengan hati penuh iba.

Suma Kian Lee terduduk di atas kursi, menutupi mukanya dengan kedua tangan. Perasaan menyesal yang amat hebat seperti gelombang menyeretnya, dan di antara celah-celah jari tangannya ada beberapa tetes air. Terdengar suaranya penuh getaran dan tubuhnya menggigil ketika dia bicara dari balik kedua telapak tangan yang menutupi mukanya.

“Aku.... aku telah merusak anak sendiri.... dan aku pun telah mengkhianati ilmu keluarga sendiri.... aku telah berdosa terhadap keluarga Kao.... ahhh, orang bodoh macam aku layak mati.... layak mati....!” Pendekar ini mengeluh panjang dan tubuhnya lalu terguling.

“Ayahhh....!”

Ciang Bun menubruk dan merangkul sehingga tubuh ayahnya tidak sampai terguling jatuh. Ternyata pendekar itu telah roboh pingsan saking hebatnya guncangan batin yang dideritanya.

Kim Hwee Li menjerit dan melepaskan rangkulan pada puterinya, kemudian menubruk suaminya sambil menangis dan mengguncang-guncang pundak suaminya yang pingsan itu. Setelah dipijat bagian leher dan bawah lengannya, Kian Lee siuman kembali. Melihat dia rebah di pembaringan ditangisi oleh isterinya dan kedua orang anaknya, pendekar ini sadar lalu bangkit duduk. Dia memandang kepada Suma Hui yang berlutut di depan pembaringannya sambil menangis. Melihat puterinya ini, tak dapat lagi Suma Kian Lee menahan hatinya.

“Hui-ji....!” Dia menubruk dan merangkul, mendekap kepala puterinya itu, air matanya bercucuran. “Hui-ji, kau maafkan aku....”






“Ayaahh.... ayaahhh....!”

Suma Hui juga hanya dapat menangis tersedu-sedu di dada ayahnya. Suasana sungguh amat mengharukan ketika empat orang anggota keluarga itu membiarkan diri mereka tenggelam dalam kedukaan, dalam penyesalan yang amat mendalam.

Akan tetapi Kim Hwee Li yang pada dasarnya memiliki watak keras itu dapat lebih dahulu menguasai dirinya dan ia pun berkatalah.

“Sudahlah, apa gunanya penyesalan yang berlarut-larut ini? Lebih baik kita melihat apa yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki semua kesalahan.”

“Ayah, yakinkah ayah sekarang bahwa Cin Liong tidak berdosa?” Dengan halus akan tetapi suaranya membayangkan kesedihan Suma Hui bertanya.

Suma Kian Lee mengangguk dan pendekar itu tiba-tiba saja nampak jauh lebih tua dari pada biasanya.

“Aku pernah melupakan bahwa dia adalah keturunan Naga Sakti Gurun Pasir....”

“Dan ayah.... ayah masih berkeberatan terhadap hubungan antara kami?” tanya pula Suma Hui.

Suma Kian Lee menarik napas panjang.
“Aku bersalah.... tadinya memang kuanggap tidak baik melakukan ikatan jodoh antara keluarga sendiri. Aku lupa bahwa urusan jodoh adalah urusan yang mutlak menyangkut diri kedua orang itu sendiri.... akan tetapi aku telah menggagalkan segalanya, aku telah merusak kebahagiaanmu, Hui-ji.”

“Disesalkan pun tiada gunanya lagi,” Suma Hui menyusut air matanya. “Aku tidak patut lagi mendekatinya. Hidupku hanya untuk dua tujuan kini. Pertama, menemui Cin Liong dan minta agar dia sudi mengampuni dosaku, dan ke dua, aku belum mau mati sebelum dapat membunuh si jahanam Louw Tek Ciang!”

“Hemmm, aku sendiri yang akan menanganinya!” kata Suma Kian Lee penuh geram.

“Tidak, ayah. Harus aku sendiri yang membunuh jahanam itu!” kata pula Suma Hui.

“Dan aku akan membantumu, enci Hui!” kata Ciang Bun yang juga ikut merasa dendam.

Suma Kian Lee mengangguk.
“Kita semua akan maju karena jahanam itu berkawan dengan tokoh-tokoh sesat yang pandai. Akan tetapi, kepandaian kalian masih belum cukup untuk menandinginya, maka mulai sekarang, biar kuajar semua ketinggalan, akan kucurahkan seluruh waktu dan perhatianku untuk mewariskan semua ilmu keluarga kita kepada kalian.”

Demikianlah, peristiwa hebat yang mengguncang keluarga pendekar ini bahkan membuat ayah dan anak menjadi akrab, dan mulai hari itu, Suma Hui dan Ciang Bun digembleng oleh ayah mereka secara tekun dan keras.

Suma Kian Lee yang merasa bersalah kepada dua orang anaknya karena dia telah mengambil murid dan ahli waris dari luar yang ternyata seorang penjahat itu, sekarang hendak menebus kesalahannya dengan menguras semua kepandaiannya untuk diwariskan kepada mereka. Sebaliknya, Suma Hui dan Ciang Bun yang bertekad untuk menandingi Tek Ciang, berlatih dengan sungguh-sungguh sehingga dalam waktu dua tahun lebih mereka sama sekali tidak pernah meninggalkan rumah dan tempat latihan!

Segala macam peristiwa yang terjadi dan menimpa diri kita adalah kenyataan-kenyataan yang tak dapat dirubah lagi dan kesemuanya itu tentu mengandung sebab. Sebab-sebab itu pun tidak akan jauh dari pada diri kita sendiri, dan sumber segala peristiwa yang menimpa diri kita berada di dalam diri kita sendiri. Menyesalkan peristiwa yang terjadi sungguh tidak ada gunanya sama sekali, karena penyesalan itu hanya akan mendatangkan duka dan karenanya pikiran bahkan menjadi keruh dan tidak dapat bekerja dengan baik.
Lebih baik kita membuka mata melihat kenyataan itu, karena semua peristiwa yang terjadi adalah suatu kenyataan, suatu fakta. Pengamatan yang mendalam dan terbuka terhadap suatu peristiwa akan membuka mata kita, membuat kita waspada dan di dalam setiap peristiwa terkandung pelajaran kehidupan yang amat berharga.

Hujan yang jatuh tak mungkin ditahan dan diminta untuk terbang ke atas lagi. Hujan turun merupakan satu di antara peristiwa-peristiwa yang terjadi, suatu kenyataan yang wajar, tidak baik tidak buruk. Tidak ada manfaatnya sama sekali kalau kita bermurung atau marah-marah oleh turunnya hujan karena kita merasa dirugikan. Juga berbahaya kalau sebaliknya kita bersenang-senang melampaui batas karena kita merasa diuntungkan oleh turunnya hujan itu karena segala macam kesenangan setiap saat bisa saja berubah menjadi kedukaan.

Para petani yang merasa diuntungkan oleh turunnya hujan tidak akan bersenang hati saja, melainkan waspada menjaga agar jangan sampai air hujan itu terlalu membanjiri sawahnya sehingga bahkan merusak padinya. Anak-anak yang bergembira dan bermain dalam hujan pun harus diamati dengan waspada, jangan sampai mereka menjadi kedinginan bahkan sebaliknya lalu menjadi sakit.

Jadi, dalam setiap peristiwa tentu terkandung segi baik buruknya, kalau kita sudah membiarkan diri terseret dalam perhitungan untung rugi. Lalu apa yang kita lakukan menghadapi setiap peristiwa, setiap kenyataan? Apakah lalu berdiam diri saja, masa bodoh dan tidak perduli? Sama sekali tidak bijaksana kalau begitu! Alangkah baiknya kalau dalam menghadapi setiap periswa yang menimpa diri, kita bersikap waspada, membuka mata dan menghadapi kenyataan tanpa dipengaruhi untung rugi.

Misalnya hujan turun di waktu kita hendak keluar. Perlu apa mengeluh? Yang penting, akal budi kita pergunakan untuk mengatasi halangan itu, menggunakan payung, kendaraan, atau berteduh. Tindakan ini yang penting, bukan keluhan. Keluhan muncul kalau pikiran kita sibuk menimbang-nimbang untung rugi. Dan ini tidak ada manfaatnya sedikit juga. Demikian pula, seperti peristiwa hujan turun, dalam menghadapi segala peristiwa apa pun dalam hidup, kewaspadaan dan pengamatan yang mendalam akan menciptakan tindakan-tindakan yang tepat!

**** 057 ****







OBJEK WISATA MANCA NEGARA

 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara - Prancis
 Grand Canyon
Grand Canyon - Amerika
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa - Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal - India
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
 Blackpool - Amerika
Blackpool - Amerika
 Taj Mahal
Taj Mahal
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone

===============================
 Blackpool - Amerika

Burj Khalifa - Dubai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar