FB

FB


Ads

Kamis, 24 September 2015

Kisah Para Pendekar Pulau Es Jilid 016

“Bagiku, engkaupun demikian, Hui-i.”

“Ih, benarkah itu? Tidak ada lain gadis yang seperti aku?”

“Banyak gadis di dunia ini, akan tetapi tidak ada yang seperti engkau bagiku, Hui-i.”

Hening sejenak dan gadis itu menunduk, agaknya kini ia hampir tidak berani menentang pandang mata pemuda itu karena ia melihat sesuatu dalam pandang mata itu yang membuatnya menjadi malu dan bingung.

“Cin Liong....”

“Apa yang hendak kau katakan, Hui-i?”

“Kulihat engkau sudah lebih dari dewasa....”

“Usiaku sudah hampir tiga puluh tahun, Hui-i.”

“Kiranya sudah lebih dari cukup untuk.... menikah.”

“Sudah lebih dari cukup, terlambat malah.”

“Lalu kenapa sampai sekarang engkau belum menikah?”

Kini gadis itu berani mengangkat muka memandang dan sebaliknya malah Cin Liong yang kini menundukkan mukanya dan beberapa kali pemuda ini menarik napas panjang. Pertanyaan itu seolah-olah merupakan serangan ujung tombak ke arah hatinya dan membuat dia mau tidak mau teringat kembali kepada Bu Ci Sian, gadis pertama yang pernah merampas hatinya akan tetapi kemudian gagal menjadi jodohnya (baca kisah SULING EMAS DAN NAGA SILUMAN ). Akan tetapi dengan cepat dia mengusir bayangan itu dari ingatannya karena Bu Ci Sian kini telah menjadi isteri orang lain, isteri Pendekar Suling Emas Kam Hong.

“Hui-i, tadinya aku mengambil keputusan untuk tidak menikah selamanya, akan tetapi setelah aku berjumpa denganmu....”

“Ya, bagaimana, Cin Liong?”

“Pendirianku lalu goyah....” Kini Cin Liong yang mengulur tangan dan memegang tangan Suma Hui di atas meja itu, dipegangnya dengan lembut seperti memegang seekor anak burung yang lemah. “Semenjak bertemu denganmu, aku tahu bahwa aku ingin menikah.... aku ingin dapat hidup bersama denganmu selamanya, Hui-i....”

“Cin Liong....!”

Tangan dalam genggaman Cin Liong itu menggelepar seperti anak burung ketakutan, akan tetapi tangan itu tidak ditarik seperti tadi dan gadis itu menunduk dengan muka merah sekali, lalu perlahan-lahan menjadi pucat dan dua titik air mata mengalir turun.

“Maafkanlah aku jika aku menyinggung perasaan hatimu, Hui-i,”

Kata Cin Liong, wajahnya agak pucat karena pemuda ini dilanda kekhawatiran kalau-kalau dia harus mengalami patah hati yang amat pahit untuk kedua kalinya setelah dahulu dia pernah patah hati karena cintanya ditolak oleh Bu Ci Sian.

“Tidak ada yang harus dimaafkan dan engkau tidak menyinggung, Cin Liong. Akan tetapi.... lupakah engkau bahwa.... bahwa aku ini bibimu dan engkau keponakanku? Ayahku, Suma Kian Lee dan ibumu, Yan Ceng, keduanya adalah putera dan cucu dari nenek Lulu. Setidaknya, kita berdua adalah darah dari mendiang nenek Lulu....”






“Itulah yang selama ini menjadi ganjalan hatiku, Hui-i. Kita adalah seorang pemuda dan seorang gadis, dan usiaku lebih tua darimu, akan tetapi.... kenapa engkau menjadi bibiku?”

“Kita harus dapat melihat kenyataan itu, Cin Liong. Kiranya.... tidak mnngkin kalau di antara kita ada ikatan.... perjodohan....”

“Kenapa tidak mungkin, Hui-i? Apa salahnya? Kalau kita sudah sama-sama mencinta, apalagi halangannya? Bagaimanapun juga, hubungan kekeluargaan antara kita terhitung jauh, karena kakek kita berbeda, dan she (marga) kitapun berbeda. Engkau she Suma sedangkan aku she Kao, sungguh sudah amat jauh terpisahnya. Hui-i, terus terang saja, aku cinta padamu, Hui-i, dan kalau aku tidak salah pandang, kalau perasaan hatiku tidak menipuku, engkaupun cinta padaku!”

“Cin Liong....!” Kini gadis itu terisak dan menutupi mukanya dengan tangan.

“Hui-i, harap jangan menangis. Mengapa berduka? Mengenai rintangan itu, kalau memang kita sudah sama-sama mencinta, mari kita hadapi bersama! Apapun kesulitan dan kesukarannya yang akan kita tempuh, kita hadapi bersama. Maukah engkau, Hui-i?”

Suma Hui membuka tangannya dan memandang dengan muka basah air mata, bahkan kini air mata masih bercucuran keluar dari kedua matanya, lalu ia menarik tangannya dan bangkit berdiri, berkata dengan suara lirih dan parau,

“Jangan bicarakan hal itu sekarang, Cin Liong. Berilah waktu padaku untuk berpikir. Aku sedang dilanda duka, karena kehilangan keluarga nenek moyang di Pulau Es, karena kehilangan kedua orang adikku yang masih belum kita ketahui bagaimana nasibnya. Dan kita dihadapkan pula dengan kenyataan adanya hubungan keluarga antara kita. Aku menjadi bingung, berilah waktu padaku, Cin Liong....”

Cin Liong menjura.
“Maafkan aku, Hui-i. Memang seharusnya kalau engkau beristirahat. Nah, tidurlah, Hui-i. Urusan ini dapat kita bicarakan kelak, kalau engkau menghendaki.”

Suma Hui mengangguk dan memandang dengan sayu kemudian melangkah lesu memasuki kamarnya. Akan tetapi, kedua orang muda itu tidur dengan gelisah sekali, tenggelam dalam lamunan masing-masing, lamunan yang tak dapat dikatakan sedap atau menyenangkan.

Masalah-masalah berdatangan kepada mereka, bertumpuk dan susul-menyusul. Kedukaan dan kegelisahan bertumpuk-tumpuk. Dan kini mereka dihadapkan kepada kenyataan yang sungguh membingungkan dan mendatangkan rasa duka dan khawatir. Mereka saling mencinta, padahal mereka adalah bibi dan keponakan!

Cin Liong gelisah dan tak dapat tidur. Beberapa kali dia bangkit dan bangun, duduk termenung memikirkan nasibnya. Sebagai seorang jenderal muda, dia dapat dibilang berhasil baik sekali. Kedudukannya tinggi dan terhormat, dipercaya oleh kaisar. Di bidang ini dia memang beruntung sekali, juga dia tidak pernah kekurangan harta benda. Sesungguhnya, haruslah diakuinya bahwa hidupnya cukup terhormat, mulia, berkecukupan dan menyenangkan.

Akan tetapi di bidang cinta, ternyata dia tidak beruntung. Kegagalannya yang pertama ketika dia jatuh cinta kepada Bu Ci Sian sudah terasa amat berat dan luka yang dideritanya, sampai bertahun-tahun masih terasa.

Bagi seorang pendekar, perasaan hati merupakan sesuatu yang teguh. Kalau sekali mencinta, maka cintanya itu tidak akan rapuh melainkan kokoh kuat pula seperti keadaan jasmaninya yang tergembleng. Maka kegagalan cintanya itu membuatnya hampir jera untuk mendekati wanita lain, bahkan dia mengambil keputusan untuk tidak menikah saja.

Ayah dan ibunya sudah berkali-kali mendesaknya, akan tetapi dia berkeras menyatakan belum ingin menikah. Bahkan ayah ibunya menganjurkan kepadanya untuk mengambil selir saja kalau belum menemukan seorang gadis yang dianggap cocok untuk menjadi isterinya. Akan tetapi Cin Liong tetap menolak bujukan mereka walaupun dia tahu bahwa ayah bundanya itu sudah rindu sekali untuk menimang seorang cucu!

Di dalam kehidupan terdapat bermacam kebutuhan yang kesemuanya amat penting. Kecukupan lahiriah berupa pangan dan papan. Kesehatan jasmani. Kerukunan dalam keluarga, dan sebagainya lagi. Semua itu merupakan bagian-bagian dari kelompok yang dinamakan keperluan atau kebutuhan hidup. Dan kesemuanya itu perlu, tidak kalah pentingnya dari bagian yang lain.

Mementingkan satu bagian saja merupakan kebodohan karena yang satu harus ditutup oleh yang lain. Orang yang hidupnya kaya raya dan serba kecukupan, tetap saja akan menderita dalam hidupnya kalau kesehatannya terganggu.

Orang yang sehat sekalipun tetap akan menderita kalau kekurangan makan dan pakaian. Bahkan orang yang sehat dan kaya sekalipun akan hidup menderita kalau tidak mempunyai kerukunan dalam keluarga. Di waktu sakit berat, orang yang kaya akan rela kehilangan semua kekayaannya asalkan dia sembuh. Sebaliknya, orang sehat melupakan segala dan mati-matian mempertaruhkan kesehatannya demi mengejar dan menumpuk harta benda.

Demikianlah kenyataannya, hidup ini merupakan sekelompok kebutuhan-kebutuhan yang memang mutlak penting. Akan tetapi, biarpun mementingkan yang satu saja tanpa memperdulikan yang lain merupakan kebodohan, dan mengabaikan kesemuanya merupakan sikap lemah yang bodoh, sebaliknya terlalu mengejar kesemuanya itupun akan menjerumuskan! Banyak orang beranggapan bahwa kalau sudah kaya raya dan berkedudukan tinggi, tentu orang akan hidup bahagia.

Karena itu, semua orang berlumba-lumba untuk mengejar kekayaan dan kedudukan. Padahal, semua yang digambarkan sebagai kebahagiaan itu sesungguhnya hanyalah bayangan kesenangan belaka. Dan kesenangan itu selalu hanya dirasakan oleh orang yang belum mencapai atau memilikinya.

Kalau kita menjenguk ke dalam kehidupan orang-orang kaya atau orang-orang berkedudukan tinggi, barulah kita akan melihat bahwa gambaran khayal dari kita bahwa mereka itu hidup bahagia adalah keliru sama sekali. Bahkan mereka itu sudah tidak lagi dapat merasakan kesenangan atau menikmati hartanya maupun kedudukannya, atau setidaknya, tidak seindah atau senikmat ketika mereka membayangkannya sebelum memilikinya. Sesungguhnyalah bahwa kesenangan dapat dicari, namun kebahagiaan tidak!

Yang bisa dikejar dan dicari hanyalah kesenangan, namun kesenangan ini amat pendek umurnya dan tempatnya selalu diperebutkan oleh kebosanan, kekecewaan dan kesusahan!

Bukan berarti bahwa kita harus menolak kesenangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang bertapa di puncak gunung. Mereka ini justeru mencari kesenangan dengan cara lain, yaitu cara menyiksa diri atau cara menolak kesenangan lahiriah untuk mencari kesenangan batiniah yang pada hakekatnya sama juga! Tidak menolak!

Kesenangan hidup adalah kenikmatan yang sudah menjadi hak kita untuk menikmatinya, dan tubuh kita sejak lahir sudah dilengkapi dengan alat-alat untuk menikmati kesenangan hidup melalui panca indra. Bukan menolak, melainkan tidak mengejar-ngejar! Kalau ada kesenangan itu, kita nikmati sebagai anugerah, namun dalam keadaan tetap waspada sehingga kita tidak menjadi mabok kesenangan dan menjadi buta. Namun, kalau tidak ada, kita tidak mengejar-ngejarnya, yang biasanya diberi pakaian kata muluk “cita-cita”.

Dan, kalau kita sudah bebas dari pengejaran ini, di dalam segala sesuatu terdapat keindahan, kenikmatan yang menyenangkan itu! Di dalam segelas air sekalipun, di dalam hal-hal yang biasanya dipandang sebagai hal sederhana tak berarti, akan nampak sesuatu yang amat indah, menyenangkan dan mendatangkan nikmat hidup.

**** 016 ****







TEMPAT WISATA MANCA NEGARA

 Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
 Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas
 Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara
 Grand Canyon
Grand Canyon
 Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa - Dubai
 Taj Mahal
Taj Mahal
 Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone

===============================
Burj Khalifa - Dubai

 Taj Mahal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar